Rabu, 28 Oktober 2015

Makalah ASKEP dan LP Duka Cita Kematian

Bab I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
 Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu tersebut akan meninggal dunia. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak – anak,  remaja, dewasa, lansia dan akhirnya meninggal dunia.  Kematian adalah suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Saat terjadinya kematian merupakan saat – saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak terduga.
Kematian dapat diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa terjadi mendadak, atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan – bulan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan membantu perawat dalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah hati.






Bab II
Pembahasan
A.    Definisi Kematian

Kematian dalam Perspektif Kedokteran :
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).
Definisi
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu kedokteran forensic yang mempelajari tentang hal-hal yang ada hubungannya denga kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati dan factor - faktor yang memengaruhinya.
Kematian (Death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atu terhentinya kerja otak secara menetap.
Namun demikian, kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih system tubuh tidak berfungsi, pasien  mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya” dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.
Makna kematian Menurut Sains :
Dalam buku karangan Drs. Sidi Gazalba yang berjudul Maut, Santoso membeiritakan tahap-tahap kematian.
            Proses kematian :
1.     Tahap preagonal (awal sakaratul maut).
             Terjadi gangguan peredaran darah, tekanan darah nadi menurun dan sesak napas. Kesadaran masih ada tapi agak berkabut.
2.     Tahap agonal (sakaratulmaut).
            Hilang kesadaran, refleks mata tidak ada, pernapasan yang terputus-putus, gerak nadinya tidak terasa lagi, tapi masih dapat diraba pada bagian pembuluh darah leher.
3.        Tahap mati - klinik.
            Tanda - tanda hidup yang dapat diperiksa dari luar, tidak dapat ditemukan lagi. Jantung dan pernapasan berhenti sama sekali.
             Dalam mati - klinik, orang masih dapat ditolong untuk hidup kembali. Tetapi setelah tahap ini lewat, berlangsunglah akhir kehidupan, yaitu mati biologi. Pada tahap ini seluruh kemampuan manusia, seluruh kepintaran ilmu tak mungkin menolong lagi. Sebab sel-sel otak mengalami kesukaran, yaitu mulai membusuk, yang diluar kemampuan manusia untuk menyembuhkannya.
                  Kematian secara konkrit :
          Adalah rusaknya jasmani atau bagiannya yang berfungsi. Visum et repertum tentang seseorang yang meninggal (dalam masyarakat yang modern) bertugas menerangkan sebab kematian. Sebab tersebut merupakan gejala yang dapat diteliti, dapat dibuktikan, dapat diamati dengan pancaindra, sekalipun dengan alat, dan juga dapat diterima oleh pikiran.

Makna Kematian Menurut Agama Agama :
1. Agama Kristen
Kitab Suci memandang kematian sebagai hal yang alami dan sebagai akibat dosa. Kematian ialah perpisahan antara tubuh dan roh. Ketika manusia mati, tubuh insanilah yang berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau roh manusia tetap hidup.
2. Agama Islam
Maut atau mati adalah terpisahnya “roh dari zat, jiwa dari badan atau keluarnya roh dari badan atau jasmani. Pada akhirnya, maut adalah akhir dari kehidupan dan sekaligus awal kehidupan (yang baru). Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia lainnya.
3. Agama Budha
Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam agama Budha:
- Khanika Marana
- Sammuti Marana
- Samuccheda Marana

4. Agama Hindu
Menurut agama Hindu, kematian itu merupakan saat yang sangat penting, bahkan saat menentukan arti kehidupan seseorang. Kematian akan memberikan arti pada segala usaha dan kemeriahan yang kita dapatkan selama kita hidup. Oleh karena itulah dianjurkan agar orang segera mengingat Tuhan Yang Maha Esa pada saat meninggal.
B.     Jenis – jenis Kematian :
1.      Mati Klinis
Adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi  (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak irreversible.
Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi system organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2.      Mati Biologis (Kematian semua organ)
Selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan.
Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira – kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organism secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba – tiba kerja pompa jantung pada organism yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung irreversible) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3.      Mati Serebral (Kematian Korteks)
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
4.      Mati otak (MO)
Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
5.      Mati suri
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
6.      Mati seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda - beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Contoh :
1.      Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 % .
2.      Spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis.
3.      Kornea masih dapat ditransplantasikan. 
4.      Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.
Kematian dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1.      Somatic death (Kematian Somatik)
Merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG.
2.      Biological death (Kematian Biologik)
Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam diantaranya dikenal sebagai fase mati suri (NDE).
7.      Mati sosial :
Yaitu dimana otak mengalami kerusakan cukup besar dan pasien tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan. Tingkat intelektualitas pun mundur layaknya seorang bayi.
Terjadi suatu siklus kesadaran yang menurun :
Tidak sadar (koma) → sadar → koma → terus berulang.
Indikator Kematian menurut ahli Anestesi :
-          Mati otak
Yaitu apabila telah dilakukan RJP dengan tahap - tahap Airway-Breathing-Circulation selama 15-30 menit pada seorang pasien dewasa, namun kesadaran tetap tidak dapat pulih, tidak mampu bernapas spontan, serta tak adanya refleks gag (gerakan mulut/rahang) disertai dilatasi pupil.
Mati otak dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Mati korteks (cerebral/cortical death)
b. Mati Batang Otak (MBO)
Mati batang otak merupakan kondisi utama yang menunjukkan seseorang benar - benar telah mati.
c. Mati seluruh otak (brain death)
-          Mati  jantung
Yaitu apabila jantung tetap tidak berdetak meski telah dilakukan RJP selama 30 menit selaku terapi optimal. Tidak terlihatnya kompleks QRS (asistol ventrikel yang “membandel” atau mitral table) pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) menjadi indikator.

Koma (ambang kematian/ dying) :
Yaitu dimana tidak ada reaksi terhadap rangsang apapun namun reseptor tubuh masih berfungsi baik. Sehingga ia dapat mendengar, merasakan rabaan dan sebagainya. Pada beberapa kasus, mereka sadar kembali dan dapat hidup normal seperti sediakala.
Kematian menurut dokter H.Tabrani Rab disebabkan 4 faktor :
1.)    Terhentinya pernafasan
2.)    Matinya jaringan otak
3.)    Tidak berdenyutnya jantung
4.)    Adanya pembusukkan pada jaringan tertentu oleh bakteri – bakteri
Menurut Dr.Sunatrio :
Seseorang dinyatakan mati, bilamana fungsi pernafasan/ paru – paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak.
C.    Perubahan Tubuh setelah Kematian :
1.      Algor Mortis (Penurunan Suhu Jenazah)
Merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas, sedangkan pengeluaran  berlangsung terus – menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat dan lingkungan.
Factor yang mempengaruhi Algor Mortis yaitu :
a.       Factor lingkungan
b.      Suhu tubuh saat kematian (suhu meningkat makin lama)
c.       Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d.      Aliran udara, kelembapan udara
e.       Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f.       Sebab kematian, posisi tubuh

2.      Livor Mortis (Lebam Mayat)
Terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingga tampak bintik merah kebiruan.

3.      Rigor Mortis (Kaku Mayat)
Adalah kekakuan pada otot tanpad atau disertai pemendekkan serabut otot.
Tahapan – tahapan Rigor Mortis :
-          0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
-          6 jam                  : kaku lengkap
-          12 jam                            : kaku menyeluruh
-          36 jam                            : relaksasi sekunder

4.      Dekomposisi  (Pembusukkan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan – bahan organic tubuh mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktivitas bakteri, maupun karena autolysis.
Skala waktu terjadinya pembusukkan mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Mekanisme :
Degradasi jaringan oleh bakteri    →   H2S, HCN, AA, Asam Lemak, H2S + Hb    →   HbS (Hijau Kehitaman)
Factor yang memperngaruhi pembusukkan :
1.)    Mikroorganisme
2.)    Suhu optimal (21-27oC)
3.)    Kelembapan tinggi → cepat
4.)    Sifat mediumnya udara = air = tanah (1:2:8)
5.)    Umur bayi, anak, ortu → lambat
6.)    Konstitusi tubuh : gemuk (cepat)
7.)    Keadaan waktu mati kematian : edema (cepat) dan dehidrasi (lambat)
8.)    Sebab kematian : radang (cepat)




D.    Definisi Berduka
Berduka adalah respon emosi normal yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas dan susah tidur.
NANDA merumuskan ada 2 tipe dari berduka yaitu :
1.      Berduka Diantisipasi :
Adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang actual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/ kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
2.      Berduka Disfungsional :
Adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar – besarkan saat individu kehilangan secara actual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang – kadang menjurus ke tipekal, abnormal, atau kesalahan/ kekacauan.
E.     Teori dari Proses Berduka
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat dalam Proses Berduka :
-          Mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka
-          Mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku
-          Memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1.      Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a.      Fase I ( Shock dan tidak percaya)
            Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas atau pergi tanpa tujuan.

Reaksi secara fisik :
o   Pingsan
o   Diaphoresis
o   Mual
o   Diare
o   Detak jantung cepat
o   Tidak bisa istirahat
o   Insomnia
o   Kelelahan

b.      Fase II ( Berkembangnya kesadaran)
            Seseorang mulai merasakan kehilangan secara  nyata/akut dan mungkin mengalami :
o   Putus asa
o   Kemarahan
o   Perasaan bersalah
o   Frustasi, depresi dan kekosongan jiwa tiba – tiba terjadi

c.       Fase III ( Restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai dengan perasaan yang nampak hampa/ kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d.      Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negative dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e.       Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/ disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2.      Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut d tahap, yaitu sebagai berikut :

a.)    Penyangkalan (Denial)
            Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa – apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b.)   Kemarahan (Anger)
            Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “Bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitive sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan manifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c.)    Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d.)   Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e.)    Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi social berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3.      Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada factor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4.      Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 kategori :
a.      Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b.      Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang – ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c.       Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari – hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN  4 TEORI BERDUKA
ENGEL
(1964)
KUBLER-ROSS
(1969)
MARTOCCHIO
(1985)
RANDO
(1991)

Shock dan tidak percaya

Menyangkal

Shock dan disbelief

Penghindaran

Berkembangnya kesadaran

Marah

Yearning and protest

-

Restitusi

Tawar - menawar
Anguish, disorganization and despair

Konfrontasi

Idealization

Depresi

Identification in bereavement

-

Reorganization  / the out come

Penerimaan

Reorganization and Restitution

Akomodasi



Bab III
Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Duka Cita Kematian I
A.    Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain :
1.      Adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat)
·         Kaji  adanya hilangnya tonus otot
·         Relaksasi wajah
·         Penurunan aktivitas gastrointestinal
·         Melemahnya sensasi
·         Terjadinya sianosis pada ektremitas
·         Kulit teraba dingin

2.      Terdapat perubahan tanda vital :
·         Seperti nadi melambat dan melemah
·         Penurunan tekanan darah
·         Pernafasan tidak teratur melalui mulut

3.      Adanya kegagalan sensori :
·         Pandangan kabur
·         Menurunnya tingkat kecerdasan

Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan :
·         Dilatasi pupil
·         Tidak mampu bergerak
·         Reflex hilang
·         Nadi naik turun
·         Respirasi cheyne stokes (nafas terdengar kasar)
·         Tekanan darah menurun.
Sedangkan Kematian ditandai dengan :
·         Terhentinya pernafasan
·         Terhentinya  nadi
·         Terhentinya tekanan darah.
·         Hilangnya respons terhadap stimulus eksternal.
·         Hilangnya pergerakan otot dan terhentinya aktivitas otak.

B.     Diagnosis Keperawatan
1.      Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat)
2.      Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminal

C.    Intervensi Keperawatan
Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan tujuan keperawatan adlaah membantu mengurangi depresi, mempertahankan harapan, membantu pasien dan keluarga menerima kenyataan.
Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain :
1.      Memberikan dukungan dan mengembalikan kontrol diri pasien dengan cara :
·         Mengatur tempat perawatan
·         Mengatur kunjungan
·         Mengatur jadwal aktivitas
·         Mengatur penggunaan sumber pelayanan kesehatan.
2.      Membantu pasien mengatasi :
·         Kesepian
·         Depresi
·         Rasa takut
3.      Membantu pasien mempertahankan :
·         Rasa aman
·         Percaya diri
·         Harga diri
4.      Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
5.      Membantu pasien menerima kenyataan.
6.      Memenuhi kebutuhan fisiologis.
7.      Memberikan dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan spiritual pasien.







Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Duka Cita Kematian II

A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
     a. Riwayat kesehatan sekarang
         Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
     b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
    Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
2) Head To Toe                                                                                                                     Perubahan fisik saat kematian mendekat :
1. Pasien kurang rensponsif
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. Rahang cendrung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas/ ketakutan individu dan keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang    tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
2. Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
KRITERIA HASIL
a) Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan.
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan gaya hidup.
b) Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan.
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilang dan perubahan.
3. Menyatakan kematian akan terjadi.
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
               Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara berikut:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
c) Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
    1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
    2. Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan
    3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien
d) klien akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
·      Diagnosa I
 Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.
Kriteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan.
2. menceritakan tentang efek ganguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Intervensi dan Rasional :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a)      Berikan kepastian dan kenyamanan.
b)      Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari pertanyaan.
c)      Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya.
d)     Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif  klien yang cemas. mempunbyai   penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien :
Rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan - ketakutan mereka  Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
 
4 Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
·      Diagnosa II
Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
Klien akan :
1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
            Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif , yang dibuktikan dengan cara :
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan

Intervensi dan Rasional :
 1 Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.
-       Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berberdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya.
-       Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2 Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan  keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3 Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
-            Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi
4 Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan  dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5 Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
·      DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
Anggota kelurga atau kerabat terdekat akan :
1. megungkpakan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. menungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkkunagntempat perawatan
3. melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selam perawatan klien
Intervensi dan Rasional :
1 Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2 Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya,
3 Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4 Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5 Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6 Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga.
·      Diagnosa IV
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
- Klien akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian
Intervensi dan Rasional :
1 Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya.
Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2 Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya
3 Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan
4 Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya
5 Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 )












Perawatan Pasien setelah Meninggal
Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang – barang milik pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah resiko penularan penyakit seperti halnya Hepatitis-B, AIDS dan Kolera.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

Perawatan Post Mortem
A.    Definisi
Menyediakan perawtan fisik dari tubuh dari kematian pasien dan support pada keluarga memandang tubuh pasien.
B.     Tanda – Tanda Setelah Kematian (Morbund Signs) :
1.      Setelah meninggal, perubahan pada tubuh terus berlanjut.
2.      Pupil dilatasi permanen.
3.      Panas tubuh hilang secara bertahap.
4.      Pasien urinasi, defekasi atau flatus.
5.      Darah mengumpul di area yang berada dibawah yang menimbulkan diskolorasi ungu di area tersebut.
6.      Tubuh menjadi kaku dalam 6-8 jam (Rigor Mortus).
7.      Jika tidak dibalsem dalam 24 jam, akan ada indikasi pemecahan protein yang progresif.



C.    Peralatan dan Perlengkapan :
1.      Kasa atau perban
2.      Sarung tangan
3.      Pengganjal dahu
4.      Pads
5.      Kapas
6.      Plastic jenazah
7.      3 label indikasi
8.      Plester
9.      Tas plastic
10.  Air dalam baskom
11.  Sabun
12.  Handuk
13.  Selimut mandi
14.  Kain kafan
15.  Daftar barang
16.  Peniti
17.  Sisir
18.  Baju bersih
19.  Celemek
20.  Bengkok
21.  Tampat pakaian kotor
22.  Washlap

D.    Pelaksanaan :
1.      Memberitahu keluarga bahwa jenazah akan dibersihkan.
2.      Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah.
3.      Mencuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih.
4.      Memakai celemek dan menggunakan sarung tangan.
5.      Atur lingkungan sekitar tempat tidur.
6.      Atur tempat tidur dan dalam posisi datar.
7.      Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi.
8.      Tutup mata jenazah, menggunakan kapas yang secar perlahan ditutupkan pada kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup.
9.      Luruskan badan, dengan lengan diletakkan menyilang abdomen. Pada beberapa RS kadang lengan disisi telapak  tangan menghadap kebawah.
10.  Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika tidak mau tertutup, tempatkan gulungan handuk dibawah dagu agar mulut tertutup. Tempatkan bantal dibawah kepala.
11.  Lepaskan perhiasan dan barang berharga di hadapan keluarga. Beri label identitas.
12.  Jaga keamanan barang pasien.
13.  Bersihkan badan dengan air bersih.
14.  Rapikan rambut dengan sisir rambut.
15.  Rawat drainase dan tube yang lain.
16.  Ganti balutan yang kotor bila ada balutan.
17.  Pakaikan pakaian yang bersih untuk  diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata tertutup, lengan menyilang di abdomen.
18.  Beri label identifikasi pada jenazah. Label identifikasi dengan nama, umur dan jenis kelamin, tanggal, nomor RS, nomor kamar dan nama dokter.
19.  Ikatkan kasa/ perban atau pengikat lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga agar dagu tetap tertutup. Juga ikat pergelangan tangan bersama menyilang diatas abdomen untuk menjaga lengan agar tidak jatuh. Letakkan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS.
20.  Beri label pada bagian luar. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin, tanggal/ jam meninggal, asal ruangan, dll)
21.  Pindahkan jenazah ke kamar jenazah.Beberapa RS membiarkan jenazah di kamar sampai petugas kamar jenazah mengambilnya.
22.  Membereskan dan membersihkan peralatan dan kamar pasien.
23.  Melepaskan sarung tangan.
24.  Mencuci tangan dengan sabun dan air  mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih.
25.  Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.

E.     Perawatan Post Mortem :
1.      Sebelum kematian, anggota harus diikat dan kepala dinaikkan ke atas bantal.
2.      Tubuh harus dibersihkan dengan air hangat.
3.      Semua yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan dibersihkan.
4.      Perlakukan tubuh dengan rasa hormat seperti orang masih hidup.
5.      Tanggung jawab perawat hanya mempersiapkan tubuh pasien untuk dilihat keluarganya.

F.     Hasil yang diharapkan (Sample) :
1.      Jenazah dan lingkungan bersih dengan penampilan alamiah.
2.      Keluarga memandang jenazah tanpa tanda distress ekstrim pada penampilan fisik jenazah.
3.      Tubuh disiapkan dalam kaitannya dengan keaslian setempat dan kebijakan.
4.      Tidak ada penyebaran penyakit.


G.    Hal yang perlu diperhatikan :
1.      Mayat klien dengan infeksi yang memerlukan kewaspadaan cairan tubuh atau isolasi harus diberi label yang sesuai dan barang yang kotor harus dibuang dan barang yang tidak sekali pakai harus dibersihkan dengan tepat.
2.      Sebelum memindahkan jenazah dari rumah (kecuali dibawa ke fasilitas kesehatan) harus diumumkan terlebih dahulu.
3.      Ketika Autopsi diperlukan diminta, mayat harus dibiarkan tanpa dimanipulasi sampai dipindahkan ke pemeriksaan medis.
4.      Mengajukan penghargaan terhadap kematian serta mengizinkan privasi keluarga.
5.      Komunikasikan dengan keluarga untuk menentukan hal – hal yang penting sebelum menyiapkan jenazah.















Bab IV
Penutup
A.    Kesimpulan
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada 2 tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang actual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/ kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar – besarkan saat individu kehilangan secara actual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang – kadang menjurus ke tipikal, abnormal atau kesalahan/ kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan  gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Elizabeth Kubler-Ross (1969 :hlm.51) membagi respon berduka dalam 5 fase, yaitu : pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).






Daftar Pustaka :
1.      Potter  & Perry.2005.Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:EGC.
2.      Suseno, Tutu April.2004.Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia : Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
3.      Townsend, Mary C.1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
4.      Stuart and Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : EGC. Hegner, Barbara R.2003.Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
5.      Johnson, Joyce Young.2005.Prosedur Perawatan dirumah : Pedoman untuk Perawat. Jakarta : EGC.
6.      Luckman, J & Sorensen, K.C.1987.Medical-surgical nursing (3rd ed). Philadelphia : W.B. Saunders.
7.      Perry, A.G & Potter, P.A. 1990 Clinical nursing skills and technique. St.Louis : Mosby.
8.      Smith, S & Duell, D. 1992. Clinical nursing skill ( 3rd en). Los Althos, CA : National Nursing Review.
9.      http://b11nk.wordpress.com/2009/09/12/perawatan-post-mortem-nic/ diakses tanggal 07 September 2013










Tidak ada komentar:

Posting Komentar