Bab I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu
hal yang pasti, yaitu individu tersebut akan meninggal dunia. Secara umum,
setiap manusia berkembang dari bayi, anak – anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya meninggal
dunia. Kematian adalah suatu keadaan
alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Saat terjadinya kematian
merupakan saat – saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi
singkat dan tidak terduga.
Kematian dapat diperkirakan sebelumnya
melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa terjadi
mendadak, atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal penyakit dalam
waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan – bulan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
Dengan
memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawat dalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih
murah hati.
Bab II
Pembahasan
A. Definisi Kematian
Kematian dalam Perspektif Kedokteran
:
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang
berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).
Definisi
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu
kedokteran forensic yang mempelajari tentang hal-hal yang ada hubungannya denga
kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati dan factor - faktor
yang memengaruhinya.
Kematian
(Death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atu terhentinya kerja otak secara menetap.
Namun
demikian, kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat
sehingga kalau satu atau lebih system tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya”
dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan
pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.
Makna kematian Menurut Sains
:
Dalam buku karangan Drs. Sidi Gazalba
yang berjudul Maut, Santoso
membeiritakan tahap-tahap kematian.
Proses
kematian :
1.
Tahap preagonal (awal sakaratul maut).
Terjadi gangguan peredaran darah, tekanan darah nadi menurun dan sesak
napas. Kesadaran masih ada tapi agak berkabut.
2.
Tahap agonal (sakaratulmaut).
Hilang kesadaran, refleks mata tidak ada,
pernapasan yang terputus-putus, gerak nadinya tidak terasa lagi, tapi masih
dapat diraba pada bagian pembuluh darah leher.
3.
Tahap mati - klinik.
Tanda - tanda hidup yang dapat
diperiksa dari luar, tidak dapat ditemukan lagi. Jantung dan pernapasan
berhenti sama sekali.
Dalam mati - klinik, orang masih dapat ditolong untuk hidup kembali.
Tetapi setelah tahap ini lewat, berlangsunglah akhir kehidupan, yaitu mati biologi. Pada tahap ini seluruh
kemampuan manusia, seluruh kepintaran ilmu tak mungkin menolong lagi. Sebab
sel-sel otak mengalami kesukaran, yaitu mulai membusuk, yang diluar kemampuan
manusia untuk menyembuhkannya.
Kematian secara konkrit :
Adalah rusaknya jasmani atau bagiannya
yang berfungsi. Visum et repertum tentang seseorang yang meninggal (dalam
masyarakat yang modern) bertugas menerangkan sebab kematian. Sebab tersebut
merupakan gejala yang dapat diteliti, dapat dibuktikan, dapat diamati dengan
pancaindra, sekalipun dengan alat, dan juga dapat diterima oleh pikiran.
Makna Kematian Menurut Agama
–
Agama
:
1. Agama Kristen
Kitab Suci memandang
kematian sebagai hal yang alami dan sebagai akibat dosa. Kematian ialah
perpisahan antara tubuh dan roh. Ketika manusia mati, tubuh insanilah yang
berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau roh manusia tetap hidup.
2. Agama Islam
Maut atau mati adalah
terpisahnya “roh dari zat, jiwa dari badan atau keluarnya roh dari badan atau
jasmani. Pada akhirnya, maut adalah akhir dari kehidupan dan sekaligus awal
kehidupan (yang baru). Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia
lainnya.
3. Agama Budha
Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam agama Budha:
- Khanika Marana
- Sammuti Marana
- Samuccheda Marana
4. Agama Hindu
Menurut agama Hindu, kematian itu merupakan saat yang sangat
penting, bahkan saat menentukan arti kehidupan seseorang. Kematian akan
memberikan arti pada segala usaha dan kemeriahan yang kita dapatkan selama kita
hidup. Oleh karena itulah dianjurkan agar orang segera mengingat Tuhan Yang
Maha Esa pada saat meninggal.
B. Jenis – jenis Kematian :
1. Mati Klinis
Adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas
spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
irreversible.
Pada masa dini kematian inilah, pemulaian
resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi system organ vital
termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati Biologis (Kematian semua organ)
Selalu mengikuti mati klinis bila tidak
dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan.
Mati biologis merupakan proses nekrotisasi
semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira –
kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang
menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi
pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti
pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organism
secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak
mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian
normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti
penghentian tiba – tiba kerja pompa jantung pada organism yang utuh atau hampir
utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali
berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak
(sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung irreversible) ditegakkan
bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG)
selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat
yang optimal.
3. Mati Serebral (Kematian Korteks)
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel,
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih
berfungsi dengan bantuan alat.
4. Mati otak (MO)
Adalah bila terjadi kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan.
5. Mati
suri
Mati suri (near-death experience
(NDE), suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem
penunjang kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat
kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut
masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat
tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
6. Mati
seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau jaringan
tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup
masing-masing organ atau jaringan berbeda - beda, sehingga
terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Contoh :
1.
Kulit masih dapat berkeringat sampai
lebih dari 8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2
% .
2.
Spermatozoa masih dapat
bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis.
3.
Kornea masih dapat ditransplantasikan.
4.
Darah masih dapat dipakai
untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.
Kematian dapat dibagi menjadi 2
fase, yaitu:
1. Somatic death (Kematian Somatik)
Merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda tanda
kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun
dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG.
2. Biological death (Kematian Biologik)
Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase
kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam
diantaranya dikenal sebagai fase mati suri (NDE).
7. Mati sosial :
Yaitu dimana otak mengalami kerusakan cukup besar dan pasien
tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan. Tingkat intelektualitas pun mundur
layaknya seorang bayi.
Terjadi suatu siklus kesadaran yang menurun :
Tidak
sadar (koma) → sadar → koma → terus berulang.
Indikator Kematian menurut ahli
Anestesi :
-
Mati otak
Yaitu apabila telah dilakukan RJP dengan tahap - tahap
Airway-Breathing-Circulation selama 15-30 menit pada seorang pasien dewasa,
namun kesadaran tetap tidak dapat pulih, tidak mampu bernapas spontan, serta
tak adanya refleks gag (gerakan mulut/rahang) disertai dilatasi pupil.
Mati otak dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Mati
korteks (cerebral/cortical death)
b. Mati Batang Otak (MBO)
Mati batang otak merupakan kondisi utama yang menunjukkan
seseorang benar - benar telah mati.
c. Mati
seluruh otak (brain death)
-
Mati jantung
Yaitu apabila jantung tetap tidak berdetak meski telah
dilakukan RJP selama 30 menit selaku terapi optimal. Tidak terlihatnya kompleks
QRS (asistol ventrikel yang “membandel” atau mitral table) pada pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) menjadi indikator.
Koma (ambang kematian/ dying) :
Yaitu dimana tidak ada reaksi terhadap rangsang apapun namun
reseptor tubuh masih berfungsi baik. Sehingga ia dapat mendengar, merasakan
rabaan dan sebagainya. Pada beberapa kasus, mereka sadar kembali dan dapat
hidup normal seperti sediakala.
Kematian
menurut dokter H.Tabrani Rab disebabkan 4 faktor :
1.)
Terhentinya pernafasan
2.)
Matinya jaringan otak
3.)
Tidak berdenyutnya jantung
4.)
Adanya pembusukkan pada jaringan tertentu oleh bakteri
– bakteri
Menurut Dr.Sunatrio :
Seseorang
dinyatakan mati, bilamana fungsi pernafasan/ paru – paru dan jantung telah
berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak.
C. Perubahan Tubuh setelah Kematian :
1. Algor Mortis (Penurunan Suhu Jenazah)
Merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya
produksi panas, sedangkan pengeluaran
berlangsung terus – menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat
dan lingkungan.
Factor yang mempengaruhi Algor
Mortis yaitu :
a.
Factor lingkungan
b.
Suhu tubuh saat kematian (suhu meningkat makin lama)
c.
Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d.
Aliran udara, kelembapan udara
e.
Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f.
Sebab kematian, posisi tubuh
2. Livor Mortis (Lebam Mayat)
Terjadi
akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi maka darah menempati
daerah terbawah sehingga tampak bintik merah kebiruan.
3.
Rigor Mortis
(Kaku Mayat)
Adalah
kekakuan pada otot tanpad atau disertai pemendekkan serabut otot.
Tahapan – tahapan Rigor Mortis :
-
0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
-
6 jam : kaku lengkap
-
12 jam : kaku menyeluruh
-
36 jam : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi
(Pembusukkan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan – bahan organic
tubuh mengalami dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktivitas
bakteri, maupun karena autolysis.
Skala waktu terjadinya pembusukkan mulai terjadi setelah
kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan
bawah (caecum).
Mekanisme :
Degradasi
jaringan oleh bakteri → H2S, HCN, AA, Asam Lemak, H2S
+ Hb → HbS (Hijau Kehitaman)
Factor yang
memperngaruhi pembusukkan :
1.)
Mikroorganisme
2.)
Suhu optimal (21-27oC)
3.)
Kelembapan tinggi → cepat
4.)
Sifat mediumnya udara = air = tanah (1:2:8)
5.)
Umur bayi, anak, ortu → lambat
6.)
Konstitusi tubuh : gemuk (cepat)
7.)
Keadaan waktu mati kematian : edema (cepat) dan
dehidrasi (lambat)
8.)
Sebab kematian : radang (cepat)
D. Definisi Berduka
Berduka adalah respon emosi normal yang
diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas dan susah tidur.
NANDA
merumuskan ada 2 tipe dari berduka yaitu :
1. Berduka Diantisipasi :
Adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang actual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/ kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
2. Berduka Disfungsional :
Adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar – besarkan saat individu kehilangan
secara actual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang – kadang menjurus ke tipekal, abnormal, atau kesalahan/
kekacauan.
E.
Teori dari
Proses Berduka
Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat dalam
Proses Berduka :
-
Mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka
-
Mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku
-
Memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut
Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplikasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a. Fase I ( Shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau
kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas atau pergi tanpa tujuan.
Reaksi
secara fisik :
o
Pingsan
o
Diaphoresis
o
Mual
o
Diare
o
Detak jantung cepat
o
Tidak bisa istirahat
o
Insomnia
o
Kelelahan
b. Fase II ( Berkembangnya kesadaran)
Seseorang
mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami :
o
Putus asa
o
Kemarahan
o
Perasaan bersalah
o
Frustasi, depresi dan kekosongan jiwa tiba –
tiba terjadi
c. Fase III ( Restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai
dengan perasaan yang nampak hampa/ kosong, karena kehilangan masih tetap tidak
dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negative dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang
kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus
mulai diketahui/ disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah
dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut d tahap, yaitu sebagai berikut :
a.) Penyangkalan (Denial)
Individu
bertindak seperti seolah tidak terjadi apa – apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien.
b.) Kemarahan (Anger)
Individu
mempertahankan kehilangan dan mungkin “Bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitive sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan manifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c.) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain.
d.) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata
dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e.) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi social berlanjut.
Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada factor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda
dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando
Rando
(1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 kategori :
a.
Penghindaran
Pada
tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang – ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari – hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN 4 TEORI BERDUKA
|
|||
ENGEL
(1964)
|
KUBLER-ROSS
(1969)
|
MARTOCCHIO
(1985)
|
RANDO
(1991)
|
Shock dan tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock dan disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya kesadaran
|
Marah
|
Yearning and protest
|
-
|
Restitusi
|
Tawar - menawar
|
Anguish, disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification in bereavement
|
-
|
Reorganization / the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization and Restitution
|
Akomodasi
|
Bab III
Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Duka Cita Kematian I
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
masalah ini antara lain :
1.
Adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat)
·
Kaji
adanya hilangnya tonus otot
·
Relaksasi wajah
·
Penurunan aktivitas gastrointestinal
·
Melemahnya sensasi
·
Terjadinya sianosis pada ektremitas
·
Kulit teraba dingin
2.
Terdapat perubahan tanda vital :
·
Seperti nadi melambat dan melemah
·
Penurunan tekanan darah
·
Pernafasan tidak teratur melalui mulut
3.
Adanya kegagalan sensori :
·
Pandangan kabur
·
Menurunnya tingkat kecerdasan
Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan :
·
Dilatasi pupil
·
Tidak mampu bergerak
·
Reflex hilang
·
Nadi naik turun
·
Respirasi cheyne stokes (nafas terdengar kasar)
·
Tekanan darah menurun.
Sedangkan Kematian
ditandai dengan :
·
Terhentinya pernafasan
·
Terhentinya
nadi
·
Terhentinya tekanan darah.
·
Hilangnya respons terhadap stimulus eksternal.
·
Hilangnya pergerakan otot dan terhentinya
aktivitas otak.
B. Diagnosis Keperawatan
1.
Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses
sekarat)
2.
Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminal
C. Intervensi Keperawatan
Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan
tujuan keperawatan adlaah membantu mengurangi depresi, mempertahankan harapan,
membantu pasien dan keluarga menerima kenyataan.
Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut, antara lain :
1.
Memberikan dukungan dan mengembalikan kontrol diri
pasien dengan cara :
·
Mengatur tempat perawatan
·
Mengatur kunjungan
·
Mengatur jadwal aktivitas
·
Mengatur penggunaan sumber pelayanan kesehatan.
2.
Membantu pasien mengatasi :
·
Kesepian
·
Depresi
·
Rasa takut
3.
Membantu pasien mempertahankan :
·
Rasa aman
·
Percaya diri
·
Harga diri
4.
Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
5.
Membantu pasien menerima kenyataan.
6.
Memenuhi kebutuhan fisiologis.
7.
Memberikan dukungan spiritual dengan memfasilitasi
kegiatan spiritual pasien.
Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Duka Cita Kematian II
A. PENGKAJIAN
1) Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
b. Riwayat
kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama
c. Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
2) Head To Toe Perubahan
fisik saat kematian mendekat :
1. Pasien kurang rensponsif
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. Rahang cendrung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
1. Pasien kurang rensponsif
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. Rahang cendrung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ansietas/ ketakutan individu dan keluarga yang berhubungan diperkirakan dengan
situasi yang tidak dikenal, sifat dan
kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada
pada gaya hidup.
2. Berduka
yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3.
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres (
tempat perawatan ).
4. Resiko
terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi
ancaman kematian.
KRITERIA
HASIL
a) Klien
atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan.
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan gaya hidup.
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan.
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan gaya hidup.
b) Klien
akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan.
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilang dan perubahan.
3. Menyatakan kematian akan terjadi.
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan.
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilang dan perubahan.
3. Menyatakan kematian akan terjadi.
Anggota
keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara berikut:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara berikut:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
c) Anggota
keluarga atau kerabat terdekat akan:
1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien
1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien
d) klien
akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan
terhadap ancaman kematian
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
·
Diagnosa I
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.
Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.
Kriteria
Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan.
2. menceritakan tentang efek ganguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Klien atau keluarga akan :
1. mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan.
2. menceritakan tentang efek ganguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Intervensi
dan Rasional :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a)
Berikan kepastian dan kenyamanan.
b)
Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan.
c)
Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya.
d)
Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif klien yang cemas. mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung untuk memperburuk masalah. Menjebak
klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji
tingkat ansietas klien :
Rencanakan
pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari
oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan
informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap
pelajaran.
3. Dorong
keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan - ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4 Berika
klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien
untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
·
Diagnosa II
Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain
Klien akan
:
1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota
keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif
, yang dibuktikan dengan cara :
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
Intervensi dan Rasional :
1 Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
Intervensi dan Rasional :
1 Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.
-
Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak
berberdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya.
-
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan
anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap
situasi tersebut.
2 Berikan dorongan
penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping
fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3 Berikan dorongan pada
klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
-
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan
penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi
4 Bantu klien
mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung
adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5 Tingkatkan harapan
dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan
Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
·
DIAGNOSA III
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
Perubahan proses keluarga yang berhubunga dengan gangguan kehidupan takut akan hasil ( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan )
Anggota
kelurga atau kerabat terdekat akan :
1. megungkpakan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. menungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkkunagntempat perawatan
3. melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selam perawatan klien
1. megungkpakan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. menungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkkunagntempat perawatan
3. melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selam perawatan klien
Intervensi
dan Rasional :
1 Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
1 Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2 Izinkan
keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan
dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi
ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya,
3 Jelaskan
lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4 Jelaskan
tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5 Anjurkan
untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan
partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6 Konsul
dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga
denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil
atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk
membantu mempertahankankan fungsi keluarga.
·
Diagnosa IV
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
- Klien
akan mempertahankan praktik spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan
terhadap ancaman kematian
Intervensi
dan Rasional :
1 Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya.
1 Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya.
Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau
praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan
dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2
Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan
praktik religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat
membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya
3 Berikan
prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan
refresi dan perenungan
4 Bila
anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca
buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang
sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya
5 Tawarkan
untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur
kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan
ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan
ritual yang penting ( Carson 1989 )
Perawatan Pasien
setelah Meninggal
Perawatan
jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk
menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar
jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang – barang milik pasien.
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika
pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan
jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.
Perawatan
jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut
keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati
keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah
tidak menambah resiko penularan penyakit seperti halnya Hepatitis-B, AIDS dan
Kolera.
Tradisi
yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan
dengan memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium
jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV
hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu
setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Perawatan
Post Mortem
A. Definisi
Menyediakan
perawtan fisik dari tubuh dari kematian pasien dan support pada keluarga
memandang tubuh pasien.
B. Tanda – Tanda Setelah Kematian (Morbund Signs)
:
1.
Setelah meninggal, perubahan pada tubuh terus
berlanjut.
2.
Pupil dilatasi permanen.
3.
Panas tubuh hilang secara bertahap.
4.
Pasien urinasi, defekasi atau flatus.
5.
Darah mengumpul di area yang berada dibawah yang
menimbulkan diskolorasi ungu di area tersebut.
6.
Tubuh menjadi kaku dalam 6-8 jam (Rigor Mortus).
7.
Jika tidak dibalsem dalam 24 jam, akan ada indikasi
pemecahan protein yang progresif.
C. Peralatan dan Perlengkapan :
1.
Kasa atau perban
2.
Sarung tangan
3.
Pengganjal dahu
4.
Pads
5.
Kapas
6.
Plastic jenazah
7.
3 label indikasi
8.
Plester
9.
Tas plastic
10. Air
dalam baskom
11. Sabun
12. Handuk
13. Selimut
mandi
14. Kain
kafan
15. Daftar
barang
16. Peniti
17. Sisir
18. Baju
bersih
19. Celemek
20. Bengkok
21. Tampat
pakaian kotor
22. Washlap
D. Pelaksanaan :
1.
Memberitahu keluarga bahwa jenazah akan dibersihkan.
2.
Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah.
3.
Mencuci tangan dan keringkan dengan handuk bersih.
4.
Memakai celemek dan menggunakan sarung tangan.
5.
Atur lingkungan sekitar tempat tidur.
6.
Atur tempat tidur dan dalam posisi datar.
7.
Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi.
8.
Tutup mata jenazah, menggunakan kapas yang secar
perlahan ditutupkan pada kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup.
9.
Luruskan badan, dengan lengan diletakkan menyilang
abdomen. Pada beberapa RS kadang lengan disisi telapak tangan menghadap kebawah.
10. Ambil
gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika tidak mau tertutup, tempatkan
gulungan handuk dibawah dagu agar mulut tertutup. Tempatkan bantal dibawah
kepala.
11. Lepaskan
perhiasan dan barang berharga di hadapan keluarga. Beri label identitas.
12. Jaga
keamanan barang pasien.
13. Bersihkan
badan dengan air bersih.
14. Rapikan
rambut dengan sisir rambut.
15. Rawat
drainase dan tube yang lain.
16. Ganti
balutan yang kotor bila ada balutan.
17. Pakaikan
pakaian yang bersih untuk diperlihatkan
pada keluarga. Jika keluarga meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada
posisi tidur, supinasi, mata tertutup, lengan menyilang di abdomen.
18. Beri
label identifikasi pada jenazah. Label identifikasi dengan nama, umur dan jenis
kelamin, tanggal, nomor RS, nomor kamar dan nama dokter.
19. Ikatkan
kasa/ perban atau pengikat lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga
agar dagu tetap tertutup. Juga ikat pergelangan tangan bersama menyilang diatas
abdomen untuk menjaga lengan agar tidak jatuh. Letakkan jenazah pada kain kafan
sesuai dengan peraturan RS.
20. Beri
label pada bagian luar. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin,
tanggal/ jam meninggal, asal ruangan, dll)
21. Pindahkan
jenazah ke kamar jenazah.Beberapa RS membiarkan jenazah di kamar sampai petugas
kamar jenazah mengambilnya.
22. Membereskan
dan membersihkan peralatan dan kamar pasien.
23. Melepaskan
sarung tangan.
24. Mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir,
mengeringkan dengan handuk bersih.
25. Melakukan
dokumentasi tindakan yang telah dilakukan.
E. Perawatan Post Mortem :
1.
Sebelum kematian, anggota harus diikat dan kepala
dinaikkan ke atas bantal.
2.
Tubuh harus dibersihkan dengan air hangat.
3.
Semua yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan
dibersihkan.
4.
Perlakukan tubuh dengan rasa hormat seperti orang masih
hidup.
5.
Tanggung jawab perawat hanya mempersiapkan tubuh pasien
untuk dilihat keluarganya.
F. Hasil yang diharapkan (Sample) :
1.
Jenazah dan lingkungan bersih dengan penampilan
alamiah.
2.
Keluarga memandang jenazah tanpa tanda distress ekstrim
pada penampilan fisik jenazah.
3.
Tubuh disiapkan dalam kaitannya dengan keaslian
setempat dan kebijakan.
4.
Tidak ada penyebaran penyakit.
G. Hal yang perlu diperhatikan :
1.
Mayat klien dengan infeksi yang memerlukan kewaspadaan
cairan tubuh atau isolasi harus diberi label yang sesuai dan barang yang kotor
harus dibuang dan barang yang tidak sekali pakai harus dibersihkan dengan
tepat.
2.
Sebelum memindahkan jenazah dari rumah (kecuali dibawa
ke fasilitas kesehatan) harus diumumkan terlebih dahulu.
3.
Ketika Autopsi diperlukan diminta, mayat harus
dibiarkan tanpa dimanipulasi sampai dipindahkan ke pemeriksaan medis.
4.
Mengajukan penghargaan terhadap kematian serta
mengizinkan privasi keluarga.
5.
Komunikasikan dengan keluarga untuk menentukan hal –
hal yang penting sebelum menyiapkan jenazah.
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada 2 tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang actual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/ kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal
Berduka disfungsional adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar – besarkan saat
individu kehilangan secara actual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang – kadang menjurus ke tipikal,
abnormal atau kesalahan/ kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Elizabeth Kubler-Ross (1969 :hlm.51)
membagi respon berduka dalam 5 fase, yaitu : pengingkaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Daftar Pustaka :
1.
Potter &
Perry.2005.Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:EGC.
2.
Suseno, Tutu April.2004.Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia : Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto.
3.
Townsend, Mary C.1998. Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
4.
Stuart and Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa,
ed.3. Jakarta : EGC. Hegner, Barbara R.2003.Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
5.
Johnson, Joyce Young.2005.Prosedur Perawatan dirumah :
Pedoman untuk Perawat. Jakarta : EGC.
6.
Luckman, J & Sorensen, K.C.1987.Medical-surgical
nursing (3rd ed). Philadelphia : W.B. Saunders.
7.
Perry, A.G & Potter, P.A. 1990 Clinical nursing
skills and technique. St.Louis : Mosby.
8.
Smith, S & Duell, D. 1992. Clinical nursing skill (
3rd en). Los Althos, CA : National Nursing Review.
9.
http://b11nk.wordpress.com/2009/09/12/perawatan-post-mortem-nic/
diakses tanggal 07 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar